Kamis, 23 Juni 2011

SEJARAH KELAM SALAFI

Oleh: Abu Rifa Al-Puari
 
Dalam beberapa artikel sebelumnya, kita telah memperoleh penjelasan bahwa salafi merasa dirinya paling benar, selamat dan masuk syurga (Karakter 1), sehingga hanya salafi saja golongan yang boleh eksis didunia. Sedangkan golongan lain sesat, bid’ah dan tidak selamat sehingga layak dicela dan jangan diungkapkan secuil-pun kebaikannya (Karakater 2). Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya tentang golongan yang selamat, dia berkata: ‘Mereka adalah para ulama salaf. Dan setiap orang yang mengikuti jalan para salafush-shalih’ lihat 1

Tentu yang mereka maksudkan dengan jalan para salafush-shalih adalah golongan SALAFI, bukan golongan-golongan yang lain! Tentu kita penasaran, darimana berasal golongan yang demikian gencarnya mempromosikan dirinya paling benar dan semua golongan yang lain salah, sesat dan bid’ah sehingga layak dicela ini? Kapankah golongan ini didirikan, siapa saja pendirinya dan bagaimana sejarah berdirinya? Mari kita telaah satu persatu pertanyaan yang mengganjal tersebut. Salafi sudah ada sejak Nabi Adam AS? Salafi meyakini bahwa golongan mereka telah ada semenjak manusia pertama, yakni Nabi Adam AS. Dengan demikian, Da’wah Salafiyyah adalah da’wahnya seluruh Nabi, mulai dari Nabi Nuh sebagai Rasul pertama sampai dengan Nabi Muhammad yang merupakan Nabi dan Rasul terakhir yang diutus kepada umat manusia, semoga damai dan rahmat Allah selalu tercurah bagi mereka semua.
Maka sejarah dari Da’wah Salafiyyah dimulai sejak dari Nabi pertama. Hal ini bahkan ada yang mengatakan bahwa dimulainya Da’wah Salafiyyah ini dimulai dari Nabi Adam ‘alaihis Salam, sebab da’wah ini adalah da’wah yang murni. Dan Da’wah Salafiyyah adalah da’wah dalam rangka memahami Al Qur’an dan As Sunnah, sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan umat ini untuk melakukan hal tersebut. Da’wah ini dilakukan atas perintah dari Allah dan Rasul-nya kepada kita guna mendapatkan pahala yang akan diberikan oleh Allah. Dan da’wah ini menjauhkan kita dari apa-apa yang telah Allah dan Rasul-Nya larang untuk dilakukan, karena takutnya pada siksa dari Allah. Jadi, sejarah dimulainya Da’wah Salafiyyah ini adalah tidak hanya terjadi sejak satu abad, dua abad atau lima abad yang lalu. Sedangkan da’wah yang dimulai pada periode waktu tertentu adalah da’wah yang dilakukan oleh berbagai kelompok-kelompok sesat, seperti Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh, Hizbut Tahrir, Sururiyyah/Qutubiyyah dan selainnya dari berbagai macam kelompok da’wah yang baru bermunculan. Itulah hal pertama yang ingin saya jelaskan lihat 2.
Dengan pernyataan salafi sebagai golongan yang telah ada semenjak da’wah Nabi Adam AS dan diteruskan para Nabi sesudahnya maka inilah golongan tertua didunia, golongan yang telah lahir semenjak Nabi Adam AS dilahirkan dan diutus oleh Allah swt sebagai manusia pertama. Mungkin anda akan tertegun sejenak, bukankah pernyataan salafi yang menyatakan bahwa salafi telah ada semenjak Nabi Adam AS menunjukkan sikap arogan yang luar biasa. Dengan pernyataan keberadaan salafi sebagai da’wah awal para Nabi, sehingga salafi menjadi golongan tertua dunia, maka tidak ada peluang sekecil apapun golongan lain menyatakan bahwa golongan merekalah yang benar. Karena salafi menyatakan bahwa merekalah golongan yang paling benar, ajarannya murni dan telah dimulai semenjak keberadaan Nabi Adam AS. Sikap arogan salafi ini diperkuat lagi bahwa salafi adalah Islam itu sendiri, artinya jika anda seorang muslim maka anda harus mengaku sebagai salafi, jika tidak maka mungkin keislaman anda diragukan. Anda tidak cukup mengaku muslim, karena orang syi’ah juga mengaku muslim.
Anda tidak cukup mengaku muslim berdasarkan Al-Quran dan sunnah, karena orang Asy’ari juga mengaku hal yang sama. Maka anda harus mengaku salafi, maka inilah yang benar, selamat dan masuk syurga, sedangkan yang lain sesat dan bid’ah. Saya tidak tahu persis, apakah Nabi Adam AS pernah mengaku sebagai salafi atau bukan? Dan diharuskan mempunyai penisbatan yang membedakan pada zaman ini, sehingga tidak cukup kita katakan, “Saya muslim ” atau,” Madzab saya muslim!” Sebab semua kelompok-kelompok mengatakan demikian, baik Rafidhi (Syi’i), Ibadi (Khowarij), Qodyani (Ahmadiyyah) dan firqoh-firqoh selain mereka! Maka apa yang membedakan kamu dengan mereka (kelompok-kelompok ) tersebut? Kalau engkau berkata, “Saya muslim berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah”‘ maka pernyataan seperti itu tidak cukup. Sebab orang-orang yang berada pada kelompok, baik itu Asy’ari, Maturidy, dan golongan-golongan lain mengaku mengikuti kedua dasar tersebut (Al Qur’an dan As Sunnah). Dan tidak diragukan lagi bahwa nama yang jelas dan terang yang dapat membedakan dengan yang lainnya adalah kita katakan, ” saya seorang muslim berdasarkan Al Kitab dan as Sunnah, mencocoki dengan cara atau metode (manhaj) salafus shalih”. Yakni cukup engkau katakan,”saya salafi !’ lihat 10.
Bukanlah tiap orang berhak-baik seorang alim ataupun penuntut ilmu- untuk mengeluarkan ataupun memasukkan seseorang kedalam salafiyyah. Karena salafiyyah bukanah perusahaan, yayasan sosial, ataupun partai politik. Salafiyyah adalah Islam itu sendiri. lihat 13 Lantas betulkah salafi telah ada semenjak Nabi Adam AS?, darimanakah sebetulnya salafi berasal?
Dimulai dari Muhammad bin Abdul Wahab
Pemikiran para salaf dimulai pada abad ke-4 H, disaat ulama-ulama Madzhab Hanbali yang pemikirannya bermuara pada Imam Ahmad bin Hanbal. Madzhab ini menghidupkan aqidah ulama salaf dan memerangi paham lainnya. Golongan ini kemudian muncul kembali pada abad ke-7 H dengan kemunculan Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Taimiyah menambahkan beberapa hal pemikiran Hanbali sesuai kondisi zamannya. Ibnu Taimiyah ditangkap dan dipenjara beberapa kali, pada tahun 726 H beliau dipenjara kembali karena perdebatan mendatangi kuburan nabi dan orang-orang shalih, akhirnya beliau meninggal dipenjara Damaskus pada tahun 20 Dzulhijjah 728 H dan selama dipenjara ditemani murid beliau Ibnul Qayyim Al-Jauziyah. Selanjutnya pada abad ke-12 H pemikiran serupa muncul kembali di Jazirah Arab yang dihidupkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, yang selanjutnya disebut kaum Wahabi. lihat 3, hal 225; lihat 4, hal 61; lihat 6.
Muhammad bin Abdul Wahab mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhammad bin Buraid bin Musyarraf, dilahirkan di negeri Uyainah pada tahun 1115 H. Daerah Uyainah ini terletak di wilayah Yamamah yang masih termasuk bagian dari Najd. Letaknya berada di bagian barat laut dari kota Riyadh yang jaraknya (jarak antara Uyainah dan Riyadh) lebih kurang 70 km. Beliau belajar kepada ulama bermadzhab Hanbali di Bashrah. lihat 5 Sehingga diyakini da’wah Salafi dimulai dengan kemunculan Muhammad bin Abdul Wahab ini, aliran Wahabi (Wahabiyyah) sebagai sumber pemikirannya. Wahabiyyah muncul atas reaksi terhadap sikap pengkultusan dalam bentuk mencari keberkatan dari orang-orang tertentu melalui ziarah kubur, disamping bid’ah yang mendominasi tempat kegamaan dan aktifitas duniawi.
Pada hakikatnya Wahabiyyah tidak membawa pemikiran baru tentang aqidah, mereka hanya mengamalkan apa yang telah dikemukan oleh Ibnu Taimiyah dalam bentuk yang lebih keras, dibandingkan apa yang telah diamalkan oleh Ibnu Taimiyah sendiri. Mereka menertibkan berbagai hal yang tidak pernah disinggung oleh Ibnu Taimiyah. Kaum wahabi menghancurkan kuburan-kuburan sahabat dan meratakannya dengan tanah, tindakan wahabi berdasarkan sabda Nabi saw mengingkari tindakan Bani Israil yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai mesjid. Kaum wahabi juga melarang mengganti kain penutup raudhah dengan alasan bid’ah, sehingga kain itu menjadi usang, kotor dan tidak enak dipandang mata. Kaum wahabi (yang berpusat di Riyadh) dengan bantuan Inggris melakukan pembangkangan bersenjata (peperangan) terhadap kekhilafahan Utsmaniyah, Inggris memberikan bantuan dana dan senjata kepada kaum wahabi dan dikirim melalui India. Mereka berusaha merampas wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kekhilafahan Utsmaniyah agar mereka bisa mengatur wilayah tersebut sesuai dengan paham wahabi, kemudian mereka menghilangkan madzhab lain dengan kekerasan. Sehingga kaum wahabi mengalami penentangan dan bantahan yang bertubi-tubi dari para ulama, pemimpin dan tokoh masyarakat yang menganggap pendapat wahabi bertentangan dengan pemahamam kitabullah dan sunnah.
Da’wah kaum wahabi ini tidak diterima oleh umat, sehingga kata ‘wahabi’ menjadi momok tersendiri di tengah-tengah umat. Apa sebenarnya Wahhabi itu? Mengapa mereka begitu benci setengah mati terhadap Wahhabi? Sehingga buku-buku yang membicarakan Muhammad bin Abdul Wahhab mencapai 80 kitab atau lebih. Api kebencian mereka begitu membara hingga salah seorang di antara mereka mengatakan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bukan anak manusia, melainkan anak setan, Subhanallah, adakah kebohongan setelah kebohogan ini? lihat 11 Sehingga dengan cara yang unik ulama wahabi menjelaskan makna kata ‘wahabi’ berasal dari asma Allah swt, meskipun awalnya memang wahabi berasal dari kata Muhammad bin Abdul Wahab. “Orang-orang bodoh seperti mereka tidak mengetahui bahwa ‘wahabi’ dinisbatkan kepada ‘Al-wahab’. Adalah salah satu dari asma Allah yang telah memberikan kepada umat manusia ajaran tauhid murni dan menjanjikan syurga kepada mereka” lihat 1, hal 85.
Kaum wahabi tahun 1788 M menyerang dan menduduki Kuwait serta mengepung Baghdad, tahun 1803 menyerang dan menduduki Makkah. Pada tahun 1804 menduduki Madinah dan menghancurkan kubah besar yang digunakan untuk menaungi makam Rasulullah saw, mempreteli seluruh batu perhiasan dan ornamennya yang sangat berharga. Setelah menguasai seluruh daerah Hijaz, mereka begerak kedaerah Syam, tahun 1810 menyerang Damaskus dan Najaf. Kekhilafahan Utsmaniyah mengerahkan kekuatan menghadapinya tetapi tidak berhasil, sehingga kekhilafahan Utsmaniyah meminta bantuan Gubernur Mesir Muhammad Ali, Muhammad Ali mengutus anaknya Thassun untuk memerangi kaum wahabi dan berhasil menghancurkan Wahabi pada tahun 1818 M, ketika itulah kekuatan senjata wahabi mulai surut dan hanya tinggal beberapa kabilah saja. lihat 3, hal 251-254 Tetapi dengan bantuan Inggris akhirnya kaum wahabi berhasil melepaskan diri dari kekhilafahan Ustmaniyah, mereka mendirikan kerajaan yang turun temurun diperintah oleh Ibnu Saud dan kerajaan hanya menggunakan paham wahabi hingga kini.
Sangat nyata taktik yang dilakukan oleh Inggris dalam mencerai-beraikan kekhilafahan Utsmaniyah, yakni dengan mempertentangkan wahabi dengan madzhab lainnya (adu domba), sehingga wilayah-wilayah tersebut lepas dari genggaman kekhilafahan Utsmaniyah dan Inggris dapat menguasainya secara politik. Begitulah, kaum wahabi menyebarluaskan paham mereka melalui peperangan bersenjata, mengacungkan pedang kepada khalifah, menyerang kaum muslimin didaerah Arab, Iraq, Syam dan Kuwait, memaksa kaum muslimin didaerah yang mereka kuasai untuk menanggalkan madzhab mereka dan menggunakan paham wahabi saja, karena mereka meyakini bahwa hanya paham wahabi yang boleh eksis didunia. Mereka tidak lagi mempedulikan boleh tidaknya berkolaborasi dengan kaum kuffar (Inggris), padahal Rasulullah saw memperingatkan kita agar berhati-hati dengan orang-orang kafir, jangan menjadikan mereka sebagai teman dekat (teman kepercayaan) dan jangan jadikan mereka sebagai wali.Tetapi mereka mengabaikan semua itu dengan alasan menjalankan sunnah Rasulullah saw, mengaku ahlus-sunnah tetapi dengan menentangnya, bagaimana bisa?
Siapa saja diantara kalian mengambil mereka (orang-orang kafir) sebagai wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim (Al-Maidah 51).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu (Ali Imran 118)
.Tindakan kaum wahabi membangkang dan mengacungkan pedang kepada khalifah dari kekhilafahan Utsmaniyah, sungguh pembangkangan yang nyata kepada seorang Khalifah yang telah diangkat kaum muslimin, dalam hukum syara’ ini disebut bughat. Pelaku bughat harus diperangi oleh Khalifah, sampai mereka kembali tunduk kepada khalifah.
Jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang maka damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Al-Hujurat 9).
Sangat kontradiksi dengan pembangkangan wahabi terhadap kekhilafahan Utsmaniyah, dimana saat ini salafi tidak berani menentang penguasa sekuler ditempat mereka menetap, mereka menggunakan ayat lain yang menyatakan ketaatannya kepada penguasa sekuler itu, Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri diantara kalian (An-Nisa 59). Sungguh ironis, mereka membangkang kepada kekhilafahan Utsmaniyah yang menjalankan hukum Islam, tetapi saat ini mereka bemesraan dengan para penguasa sekuler menentang hukum Islam ditempat mereka menetap, baik penguasa kerajaan, presiden, maupun diktator militer. Salafi meyakini harus ta’at kepada penguasa sekuler, meskipun ia telah berbuat dzalim kepada rakyatnya dan bermaksiat kepada Allah swt dengan tidak menerapkan hukum-hukum Allah swt. “Oleh karena itu janganlah kita membuka kesalahan mereka (hukam) dimuka umum dan ‘melepaskan tangan’ untuk tidak taat kepada mereka.
Walaupun mereka telah menyimpang, berbuat dzalim dan bermaksiat, asal tidak berbuat kekufuran secara terang-terangan, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah saw. Jika mereka berbuat maksiat, penganiayaan dan kelaliman, maka hendaklah sabar dalam menaati mereka” lihat 8, hal 43-44 Padahal Rasulullah saw bepesan dalam hadits shahih bahwa tidak ada ketaatan kepada makhluk selagi bermaksiat kepada Allah swt, Tidak ada ketaatan kepada seseorang dalam hal kemaksiatan kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu dalam hal kebaikan (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa’i). Ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (HR Bukhari dan Muslim). Sungguh bertentangan sikap salafi terhadap penguasa sekuler dengan sikap yang diajarkan Rasulullah saw kepada kita. Sikap yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah saw ini dilakukan salafi untuk kepentingan da’wah mereka, mereka lebih mengutamakan dunianya dari pada akhiratnya.
Mengaku ahlus-sunnah tetapi dengan menentangnya, bagaimana bisa? “Adapun menyiarkan dan menyebarkan kesalahan-kesalahan penguasa (walaupun mereka benar-benar berbuat salah) diatas mimbar-mimbar serta memprovokasi masyarakat baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dapat menimbulkan fitnah (malapetaka) yang merugikan dakwah Ahlus Sunnah wal-jamaah” lihat 9, hal 40 Salafi juga merestui pemimpin wanita yang nyata-nyata tidak direstui oleh Rasulllah saw dalam sebuah hadits shahih-nya, salafi memahaminya sebagai realita dan mencoba-mencoba disesuaikan dengan syari’at. Ini sungguh sikap pramatis dan menyalahi kaidah dalam menetapkan hukum syari’at, yakni menjadi realitas sebagai sumber hukum. Seharusnya, realitas adalah objek hukum bukan sebagai sumber hukum. Mengaku ahlus-sunnah tetapi dengan menentangnya, bagaimana bisa? “Tidak akan berjaya suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita” adalah hadis shahih, walaupun realita sekarang kita lihat banyak wanita yang menjadi pemimpin, dalam hal ini kita diperintahkan untuk melihat realita dan menyesuaikan dengan syariat. Jika pemimpin wanita ini memerintahkan untuk taat kepada Allah maka dia wajib dipatuhi, sebaliknya jika dia memerintahkan untuk kemaksiatan maka kita tidak akan patuh kepadanya. lihat 12 Sehingga dapat kita maklumi kenapa salafi aman-aman saja dan aktifis da’wah mereka tidak ditangkapi ketika berda’wah dinegeri-negeri sekuler, karena da’wah salafi yang tidak berani terang-terangan mengkritik penguasa dan mengungkapkan kemaksiaatan mereka kepada Allah swt. Baik penguasa wanita yang menyalahi ajaran Rasulullah saw yang mulia, maupun kebijakan penguasa yang menyalahi syari’at Allah swt. Ini sungguh sikap yang tidak terpuji, pengecut dan menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang benar, karena penguasa-penguasa itu telah bermaksiat kepada Allah ketika tidak menerapkan hukum-hukum Allah swt.
Bahkan jika salafi mempunyai keberanian mengkritik penguasa dan mengungkapkan kemaksiaatannya, kemudian penguasa membunuhnya maka ia mati syahid, inilah puncak segala amal ibadah karena syurga balasannya, Seutama-utamanya jihad adalah ucapan/menyampaikan (kata-kata) yang haq di hadapan penguasa yang zalim (HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Nasa’i). Pemimpin para Syuhada adalah Hamzah, dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang dzalim kemudian (ia) menasehatinya, lalu penguasa tadi membunuhnya (HR Hakim). Bukankah salafi telah mengabaikan sunnah Rasulullah saw yang mulia dalam mengkritik penguasa dan mengungkapkan kemaksiaatan yang telah dilakukannya?. Bukankah terbunuhnya para ulama karena menasehati penguasa semisal Al-Banna dan Qutb setara dengan syahidnya Hamzah dalam perang Uhud. Lantas seperti apakah salafush-shalih (salafi) yang asli?, membebek kepada penguasa dengan membuat fatwa-fatwa yang sesuai keinginan penguasa sekuler atau dengan tegas mengkrtik penguasa secara terang-terangan? Berikut kita bahas seperti apa salafush-shalih yang asli!
Siapakah salafush-shalih yang asli?
Dalam masa keemasan kekhilafahan Islam para ulama sangat berpengaruh dan selalu dimintai nasehat oleh penguasa, tidak mau menemui (mendekati) penguasa dan tidak segan-segan mengkritik penguasa dengan keras. Kita bisa saksikan ulama tabi’in Sa’id bin Musayyab yang menolak menemui Khalifah Abdul Malik bin Marwan (692-705 M) disaat Khalifah meminta nasehat, karena orang yang membutuhkan nasehatlah seharusnya yang mendatangi para ulama, begitu kata Sa’id bin Musayyab. Sa’id bin Musayyab juga pernah menolak menikahkan puterinya dengan Al-Walid bin Abdul Malik (putra Abdul Malik bin Marwan), malahan beliau menikahkan puterinya dengan seorang duda yang miskin tetapi ta’at yakni Abu Wada’ah. Alasan beliau menolaknya adalah: “Puteriku adalah amanat dileherku, maka kupilihkan apa yang sesuai untuk kebaikan dan keselamatan dirinya” lihat 7, hal 22-32 Tetapi kenyataannya, Muhammad bin Abdul Wahab sendiri berbesanan dengan keluarga Ibnu Saud lihat 3, hal 251.
Dalam kisah lain, ulama Hasan Al-Basri yang tidak segan-segan menentang dan mengecam dengan keras penguasa Iraq Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Saat Hasan Al-Basri dipanggil oleh Hajjaj untuk dihukum mati, Hasan Al-Basri datang dengan tabah dan berwibawa, sehingga Hajjaj membatalkan hukumannya dan malah meminta beberapa nasehat kepada Hasan Al-Basri. Penguasa (wali/gubernur) baru Iraq berikutnya adalah Hubairah Al-Fazari (masa Khalifah Yazid bin Abdulmalik, 720-724 M), Hubairah menjalankan perintah Khalifah Yazid yang kadang-kadang melenceng dari Islam. Hasan Al-Basri memberikan nasehat kepada Hubairah: “Ya Ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah atas Yazid dan jangan takut kepada Yazid karena Allah. Sebab ketahuilah bahwa Allah swt bisa menyelamatkanmu dari Yazid, sedangkan Yazid tak mampu menyelamatkanmu dari Allah” lihat 7, hal 53-56
Khatimah:
Keyakinan salafi bahwa mereka telah ada semenjak nabi Adam AS, maka inilah golongan tertua didunia. Tetapi setelah ditelaah sejarah kemunculan salafi, maka terungkap salafi bermula dari da’wah Muhammad bin Abdul Wahab yang mengambil madzhab Hanbali sebagai sumber pemikirannya. Sehingga pernyataan bahwa salafi telah ada sejak nabi Adam AS, merupakan sikap arogan dan mau menang sendiri saja. Kaum wahabi (yang merupakan awal da’wah salafi) telah melakukan pembangkangan (bughat) kepada kekhilafahan Utsmaniyah yang syah, dengan bantuan dana dan senjata dari Inggris. Sikap ini sungguh bertentangan dengan ajaran Rasulullah saw yang mulia, untuk ta’at kepada Amirul mu’minin. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri diantara kalian (An-Nisa 59). Sikap kaum wahabi yang menentang kekhilafahan Utsmaniyah, bertolak belakang dengan sikap salafi yang tidak berani mengkritik dan mengungkapkan kemaksiaatan penguasa sekuler yang tidak menerapkan hukum-hukum Allah swt, hal ini dilakukan untuk kepentingan da’wah mereka. Mereka lebih mengutamakan dunia dari pada akhiratnya, padahal memberikan kritik kepada penguasa sekuler merupakan bagian dari jihad.
Seutama-utamanya jihad adalah ucapan/menyampaikan (kata-kata) yang haq di hadapan penguasa yang zalim (HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Nasa’i).
Para tabi’in yang harus kita teladani kehidupannya, mereka mengkritik penguasa dengan keras dan terang-terangan, semisal kisah tabi’in Sa’id bin Musayyab, Hasan Al-Basri, dll, merekalah salafush-shalih yang asli. Sedangkan mereka-mereka yang tidak berani mengkritik penguasa dan mengungkapkan kemaksiaatan mereka, bermesraan, serta membuat fatwa-fatwa yang sesuai dengan keinginan penguasa, kemungkinan besar salafush-shalih (salafi) palsu! Saksikanlah aktifis da’wah dari Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, FIS Al-Jazair, Refaah Turki, Jama’at Islami Sudan dan berjuta-juta aktifis Islam lainnya yang memperjuangkan tegaknya Islam secara kaffah dimuka bumi dan mengkritik kebijakan penguasa-penguasa sekuler secara tegas dan terang-terangan, tetapi mereka ditangkapi dan dibunuhi diberbagai belahan dunia, mereka mengalami hal yang sama seperti yang dialami para tabi’in yang tegas dan terang-terangan mengkritik penguasa dizamannya. Kemudian bandingkanlah dengan salafi yang berda’wah diberbagai negara dunia secara aman, tenteram dan damai dibawah ketiak penguasa-penguasa sekuler. Manakah diantara mereka yang meneladani para tabi’in?, manakah yang mendekati salafush-shalih?. Semakin jelaslah sekarang, mana yang meneladani salafush-shalih yang dan mana yang bukan! Wallahua’lam,
Maraji’:
1. Golongan yang selamat, Muhammad bin Jamil Zainu
2. www.salafy.or.id, fatwa ulama: Kapankah dakwah salafiyah dimulai?
3. Aliran politik dan aqidah dalam Islam, Imam Muhammad Abu Zahrah
4. Zikir cahaya kehidupan, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
5. www.salafyoon.online: Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, Cyber Muslim Salafy
6. www.salafyoon.online: Ibnu Taimiyah, Dai dan Mujahid Besar, Cyber Muslim Salafy
7. Insan teladan dari para tabi’in, Abdurrahman Ra’fat Basya
8. Menepis penyimpangan manhaj dakwah, Abu Abdullah Jamal bin Farihan Al-Haritsi
9. Bunga rampai fatwa-fatwa syari’yah, Abul Hasan Musthafa
10. www.salafyoon.online: Mengapa Harus Salafiyah, Imam Al-Bani
11.www.salafyoon.online: Dakwah Wahhabiyyah, Abu Ubaidah Al Atsari dan Abu Usamah
12. www.salafyoon.online: Soal-Jawab: Bagaimana Dengan Umara Indonesia, Salim Al Hilali
13. www.salafyoon.online: Soal-Jawab: Salafi Tapi …, Musa Ibn Nasr
sumber: www.syariah.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar